Aksi Mujahid 212 Kapitra Malu, Ini Tanggapan Novel
Foto: Kapitra Ampera
Redaksi BintangEmpat.Com, Jakarta – Tokoh Alumni 212, Kapitra Ampera mengatakan, Aksi Mujahid 212 yang berlangsung di depan Istana Merdeka pada Sabtu kemarin, terkesan seperti melampiaskan dendam lama pascakekalahan Pilpres 2019.
Sebab, demonstrasi tersebut menyuarakan tuntutan yang bermacam-macam, mulai dari pembatalan sejumlah Rancangan Undang-undang (RUU), turunkan Jokowi, sampai bicara soal khilafah.
Orasi Emak-emak Getarkan Aksi M 212
“Saya lihat, memang sudah enggak jelas nih. 212 kok jadi latah. Tidak substantif. Kesannya, kok ada dendam lama. Harusnya kan, yang disuarakan itu RUU yang masih berkolerasi dengan tuntutan mahasiswa,” kata Kapitra, dikutip dari vivanews, Minggu 29 September 2019.
Baca Jokowi Disebut Minta Diajukan Hari Pelantikan
Mantan pengacara Habib Rizieq Shihab ini mengatakan, tidak semua hal bisa diminta pertanggungjawabannya pada Presiden Jokowi. Misalnya saja, soal kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di sejumlah wilayah Indonesia.
“Masak, hutan kebakaran Jokowi juga yang tanggung jawab? Apa kerja yang lain dong? Kalau dijadikan dasar untuk menggulingkan Jokowi, enggak relevan lah,” katanya.
Soal spanduk ‘TAP MPR RI No 6/Tahun 2000’ yang dibawa pendemo, Kapitra juga merasa malu dan tertampar. Dia menilai, demonstrasi itu tidak ada substansinya dengan tuntutan mahasiswa.
Baca Dua Mahasiswa Tewas Polres Pasuruan Gelar Shalat Ghaib
“Ditambah lagi, dengan spanduk itu. Saya ini mujahid asli 212, jadi malu, tertampar saya. Enggak jelas agendanya apa, tetapi ada hiddenagenda, ada agenda terselubung,” ujarnya.
“Saya pikir, ini hanya cari perhatian saja, dan saya yakin itu bukan mujahid 212 yang sesungguhnya,” lanjutnya.
Kapitra juga menilai, aksi Mujahid 212 sudah mempolitisasi agama. “Dibawa ke jalan, sumpah-sumpah. Kapan ya, agama Islam diajarin seperti ini? Saya enggak pernah itu diajari seperti itu. Gerakan ini justru memperburuk image (Islam),” ujarnya.
Massa aksi ‘Mujahid 212 Selamatkan NKRI’ berdoa supaya Presiden Joko Widodo rela mundur dari jabatannya sebagai kepala negara. Doa dipanjatkan di akhir aksi yang diselenggarakan di Bundaran Patung Kuda, Jakarta, serta dipimpin Muhammad Al Khaththath.
Rusuh, Din Syamsuddin Pesan Kepada Pemerintah
Doa Al Khaththath dijawab dengan seruan ‘Aamiin’ dari massa yang jumlahnya ribuan. Menurut Al Khaththath, rakyat juga sudah tidak suka dengan Jokowi yang memimpin sejak 2014.
Sanggahan
Menurut Ketua Media Center PA 212 dan Tokoh PA 212, Novel Bamumin menanggapi penyataan Kapitra, begini isinya
“Jadi Kapitra harus menjelaskan dimana bikin malunya karena kami sudah berjilid-jilid membuat aksi melawan kedzoliman, dari sebelum pilkada sampai pilpres yang permasalahan itu tidak selesai satupun, justru malah menjadi besar permasalahan yang akan menjadi bom waktu, yang Indonesia dijurang kehancuran dengan pertikaian anak bangsa, ditambah meruncing, sebagian sudah meledak oleh kecurangan TSMB yang memakan korban petugas KPPS kurang lebih 700 wafat, diduga tak wajar, juga 10 orang korban tragedi berdarah di depan bawaslu bahkan 4 anak dibawah umur wafat.”
Baca Demo RKUHP Dua Mahasiswa Akhirnya Meninggal Dunia
“Dan kerusuhan makar di Papua, dan saat ini mahasiswa dan pelajar turun aksi sampai mereka juga menjadi korban nyawa dan pembantaian di Wamena, maka jelas kami terus akan turun, dari sebelum ada gejolak mahasiswa sampai mahasiswa serta pelajar pun turun.”
“Dan pelajar pun paham bobroknya kepemimpinan saat ini yang jelas gagal dan mereka murni meneriakan jokowi harus turun, dan mahasiswa sejati berjuang tuntas dan iklas yaitu mereka alumni 212 dengan teriakan revolusi dan Jokowi turun
Sedang oknum mahasiswa yang diduga bayaran jelas hanya turun untuk kepentingan kelompok tertentu yang malah menuduh aksi mujahid 212 menunggangi aksi mereka.”
Baca Rezim Jokowi Bakal Didemo Sampai Tumbang, SBP: “Tolak Pelantikan Jokowi !!!”
“Adapun mungkin yang disebut malu adalah masalah spanduk tertulis TAP MPR RI No 6/Tahun 2000 itu adalah kesalahan cetak dan hal yang lumrah, namun yang sangat fatal memalukan adalah seorang profesor dengan segudang pengalaman dan jabatan seperti Mahfud Md pun tak luput dari kesalahan penyebutan tahunnya dan sangat viral itu tentang TAP MPR RI No 6/Tahun 2000, padahal tahun 2001 apalagi seorang Presiden bahwa Kabupaten Kendari itu berada di Sulawesi Tengah, sangat memalukan.”
“Dan Kapitra telah menyebar fitnah, gerakan ini adalah mempolitisi agama adalah salah besar karena gerakan ini murni yang diawali dari pembelaan terhadap Alquran, yang masih jauh dari pilkada.”
Baca OKTOBER 2019 PRABOWO-SANDI DILANTIK
“Katanya Kapitra alumni 212 kok ga tau sih gerakan kita dari awal masalah apa?”
“Dan masalah penistaan agama malah bertambah parah lebih dari 20 kasus tidak diproses satu pun bahkan ulama yang dikriminalisasi, katanya Kapitra bisa pulangkan Habib Rizieq malah Kapitra yang tenggelam dalam politik mungkar.”
*(Sanggahan ini ditulis oleh Novel Bamumin ke Redaksi BintangEmpat.Com pada 29/9/2019).