Proyek Insfrastruktur Kacau DPUTR Lumajang
Redaksi BintangEmpat.Com , Jawa Timur – Mangkraknya proyek pekerjaan kontruksi pembangunan infrastruktur air minum pedesaan di desa Kandang Tepus Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, ternyata menurut Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR) Kabupaten Lumajang, Drs Karna Suswandi, MM., pekerjaan terus dikerjakan oleh CV FAST selaku perusahaan pelaksana, tentunya sesuai konsekwensi karena keterlambatannya.
Berita terkait: Pembangunan Infrastruktur Air Minum Pedesaan Kandang Tepus “Mangkrak”
“Sesuai petunjuk BPK didenda sesuai aturan yang ada”, ujar Drs Karna Suswandi, MM., Senin (25/11/2019).
Meskipun Karna Suswandi tidak menjelaskan besaran denda yang harus dibayarkan oleh CV FAST yang seharusnya proyek pekerjaan kontruksi pembangunan infrastruktur air minum pedesaan di desa Kandang Tepus Kecamatan Senduro, selesai pada tanggal 8 November 2019 lalu, namun pihaknya hanya akan menjelaskan besaran denda tersebut setelah pekerjaan selesai.
Baca juga: ‘Omong Kosong’ Kebijakan Pemkab Lumajang
“Ya nanti kalau pekerjaannya selesai, baru diumumkan setelah dihitung dari berapa hari keterlambatannya”, jelasnya.
Sebenarnya menurut Perpres 16 Tahun 2018, tentang pengadaan barang/jasa pemerintah, dalam Pasal 56 ayat (2), bahwa apabila PPK memberi kesempatan kepada penyedia yang terlambat menyelesaikan pekerjaan akibat kesalahan penyedia, dan PPK berkeyakinan bahwa penyedia mampu menyelesaikan pekerjaan, maka kedua belah pihak akan menandatangani perpanjangan waktu kontrak dengan dikenakan denda keterlambatan senilai 1 0/00 (satu permil) dari nilai kontrak atau nilai bagian kontrak, dimana perhitungan pengenaan denda dari nilai kontrak sebelum Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebagaimana ketentuan dalam Pasal 79 ayat (4) dan (5), denda itu sudah bisa dihitung, hal tersebut disampaikan oleh Ery Pelupessy. SH., Direktur Investigasi LSM Masyarakat Transparasi Indonesia Kabupaten Lumajang.
Baca juga: Arogansi Bupati Lumajang Usir Advokat Berbuntut Panjang
“Pemberlakuan denda keterlambatan terhadap perusahaan konstruksi yang tidak bisa menyelesaikan pekerjaan sesuai kontraknya, maka hukumnya wajib, ketika ada kebijakan untuk perpanjangan kontrak kerja, maka PPK dan pelaksana harus membuat kontrak baru yang ditandatangani keduanya, dengan pembayaran denda tersebut”, tegasnya.
Selain itu Ery Pelupessy. SH., dalam investigasinya menjelaskan temuan-temuan pekerjaan kontruksi yang terkesan kacau dan amburadul, namun sayangnya Ery Pelupessy. SH., enggan menyebutkan proyek mana saja yang dimaksut.
“Tahun ini dari hasil investigasi LSM kami, banyak menemukan pekerjaan kontruksi yang terkesan “kacau” (tanda kutip) dan terkesan dipaksakan, t”, jlentrehnya.
Baca juga: Jabatan Kepala Dinas PUPR Lumajang Terindikasi ‘Titipan’
Lanjut pria yang kerap berdandan ala Coboy ini juga menjelaskan dari sejumlah faktor semrawutnya proyek infrastruktur dikabupaten Lumajang, tidak bisa serta merta menyalahkan rekanan konstruksi pelaksana, harus ada pendalaman dari Dinas PUPR khususnya kepada kepala dinasnya.
“Coba ditanyakan kepada CV Pelaksana, selain PPN 10 % apakah ada pajak lain yang tidak wajib namun diwajibkan”, pungkasnya. (Bas).