APBD dan APBDes Bojonegoro Masihkah Menjadi Lahan Korupsi?

BERITA TERBARUOPINIPOLITIK
APBD dan APBDes Bojonegoro Masihkah Menjadi Lahan Korupsi?
______

2020 bukan berarti tahun yang melupakan 2019 mengingat awal 2020 adalah awal untuk mengevaluasi apakah ada dugaan korupsi di tahun 2019 di sejumlah daerah baik tingkat pemerintahan kota/kabupaten sampai tingkat desa, tentu kita akan menemukan banyak catatan dari sekian media yang mengabarkar berita korupsi di tahun 2019 sebut saja salah satunya yang diberitakan oleh kompas.com Bupati Indramayu Supendi dan tiga orang lain sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek jalan di Dinas PUPR Indramayu pada Selasa (15/10/2019), dan satu lagi dari news.detik.com Dua Kades di Bojonegoro Korupsi, Kerugian Negara Capai Rp 1,1 Miliar, yang keduanya adalah Kepala Desa Sumberejo di Kecamatan Trucuk, Saikul Alim, dan Kepala Desa Glagahwangi di Kecamatan Sugihwaras, Haris Aburyanto.

Jemput Paksa Anak Kiai Cabuli Santri, Polisi Dihalangi

Sampai saat ini APBD dan APBDes masih rentan sekali untuk di korupsi oleh pejabat kita bahkan sejak pengajuan anggaran pun bisa terjadi dan tawar menawar uang suap pun tidak bisa di hindarkan. Anggaran yang seharusnya digunakan untuk pembangunan daerah justru dikorupsi dan di ada bula dijadikan bancakan oleh pejabat pemerintah. Terkuaknya kasus korupsi dana desa oleh KPK semakin menyayat rasa keadilan bagi masyarakat. Bagaimana tidak dana yang seharusnya diperuntukkan untuk pemberdayaan desa bahkan terutama warga miskin di pedesaan masih menjadi obyek korupsi para aparat. Memang sejak awal kekhawatiran terhadap penggelontoran dana desa sebesar Rp 60 trilliun yang disalurkan ke 74.954 desa sudah bermunculan, maka tanpa persiapan sistem, sumber daya manusia dan budaya kerja, berpotensi disalahgunakan atau dikorupsi.

Polemik Bantuan Bupati Jember Disorot Publik

Lalu, benarkah sistem yang lemah jadi peluang dalam penyalahgunaan APBD dan APBDes? Atau memang sedang menurunnya demokrasi kita?

Perlu Pengawasan Untuk APBD dan APBDes

APBD atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah. APBD merupakan dokumen perencanaan pembangunan yang paling kongkrit yang menunjukan prioritas dan arah kebijakan pemerintah daerah dalam satu tahun anggaran. Kenapa paling kongkrit ? Karena anggaran adalah kebijakan operasional yang merupakan turunan dari strategi pembangunan pemerintah sesuai visi, misi, program pembangunan yang ditetapkan.

Melihat hakikat tersebut di atas, maka secara otomatis sebenarnya publik mempunyai hak dan wajib mengawasi pelaksanaan APBD. Bahkan tidak hanya mengawasi pelaksanaannya, tetapi pada saat proses penyusunan APBD, publik wajib untuk berpartisipasi aktif dalam prosesnya. Terkait dengan pengawasan publik terhadap pelaksanaan APBD, ada sebuah pertanyaan yang sering dilontarkan terutama oleh aparat pemerintah atau pejabat publik, yaitu apa kepentingan dan manfaatnya apabila publik mengawasi pelaksanaan APBD ? Mengetahui konsistensi antara perencanaan dan penganggaran daerah dengan realisasi pelaksanaan perencanaan dan penganggaran tersebut adalah penting diketahui oleh publik dalam kaitannya dengan pengawasan APBD. Memastikan bahwa alokasi anggaran untuk kepentingan publik sudah dilaksanakan secara efisien dan efektif, dalam hal ini pelaksanaan APBD tersebut tidak terjadi pemborosan, tepat sasaran, dan memberikan dampak yang positif serta manfaat yang berarti bagi kepentingan publik merupakan suatu hal yang juga penting diketahui oleh publik terkait pengawasan APBD. Maka bila masyarakat bersedia meluangkan waktu untuk mencermati jalan poros Pohwates – Nglinggo yang pengerjaannya sekitar 17%, menurut data LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik) mencatat bahwasannya proyek tersebut dikerjakan oleh PT Bumiku dari Malang yang bernilai 14 miliar, sayangnya pada saat ini berlubang dan menjadi kubangan – kubangan besar yang menurut kabar yang diberitakan berita_bojonegoro2 di akun instagram adalah karena permasalahan kontraktor yang tidak dapat menyelesaikan sesuai waktu yang telah ditentukan, diberitakan juga bahwa kontraktor kehabisan modal sehingga Pemkab Bojonegoro memblacklist kontraktor tersebut, sehingga akan diadakan retender atau lelang kembali, dan kubangan – kubangan tersebut telah dihuruk menggunakan tanah pedel, seperti gambar ini:

Tidak serta merta bila ada proyek mangkrak itu mutlak atas kesalahan kontraktor bisa pula ada kesalahan dari pemerintah, seperti halnya yang diberitakan oleh tempo.co “Digugat Kontraktor, Bina Marga Kalah Rp 26,8 Miliar” Badan Arbitrase Nasional Indonesia memenangkan gugatan PT Bumirejo join operation PT Brantas Abipraya (PT BRD) terhadap pejabat pembuat komitmen (PPK) Jalan dan Jembatan Bina Marga Provinsi Jawa Tengah wilayah Losari-Brebes-Tegal, Selasa, 28 Januari 2014. Maka akan lebih elok bila dalam kasus mangkraknya jalan poros Pohwates – Nglinggo dilakukan pemeriksaan secara tertib baik dari kontraktor dan juga dari pihak pemerintah Bojonegoro terutama PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) setelah itu berita acaranya di publikasikan karna mengingat jalan tersebut adalah kepentingan publik juga, dan seharusnya seperti itu biar fair.

Wartawati Dianiaya, Dipukul Payudaranya Akibat Beritakan Proyek

Kita tahu bahwa tugas PPK sesuai dengan Perpres Nomor 16 tahun 2018 pasal 11 ayat 11 adalah seperti “dewa serba bisa yang siap bertanggung jawab atas setiap rupiah pengeluaran negara yang secara sengaja ataupun tidak sengaja keluar dari rekening negara. Tidak boleh ada kesalahan sekecil apapun dalam melaksanakan tugas sebagai PPK.” Tidak ada alasan bila PPK tidak mengerti dengan kondisi barang dan jasa yang menjadi tanggung jawabnya. Ia harus mengerti semuanya tanpa cela. PPK harus tahu apa saja kegiatan kantor yang menjadi tanggung jawabnya serta membuat perencanaan bagaimana kegiatan tersebut berjalan dengan lancar.

Maka perlunya menjaga pengelolaan keuangan dan mewujudkan clean government sebagaimana tertuang dalam UU No. 17 tahun 2003 tentang keuangan negara telah menjabarkan aturan pokok yang terdapat dalam pasal 23C UUD 1945 ke dalam asas – asas umum, baik asas yang telah lama dikenal dalam pengelolaan keuangan negara seperti asas tahunan, asas universalitas, asas kesatuan dan asas spesialitas maupun asas – asas baru sebagai pencerminan best pratisce dalam pengelolaan keuangan negara, antara lain adalah Akuntabilitas berorientasi pada hasil, Profesionalitas, Proposionalitas, Keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara dan Pemeriksaan keuangan yang bebas dan mandiri. Selain itu pula masih di UU yang sama tepatnya pasal 3 ayat satu berbicara dengan tegas bahwa “keuangan negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan”. Oleh karnanya bisa kita simpulkan sendiri bahwa kesalahan yang dilakukan oleh pemerintahlah yang lebih berpotensi besar, oleh karna itu sebelum dilakukannya lelang ulang maka pemerintah harus memperjelas akar permasalahan tersebut, setidaknya memaparkan RAB dari proyek tersebut.

Ngaku Anggota TNI Pemburu Janda Dibekuk Polisi

Memastikan bahwa alokasi anggaran untuk kepentingan publik sudah dilaksanakan secara efisien dan efektif, dalam hal ini pelaksanaan APBD tersebut tidak terjadi pemborosan, tepat sasaran, dan memberikan dampak yang positif serta manfaat yang berarti bagi kepentingan publik merupakan suatu hal yang juga penting diketahui oleh publik terkait pengawasan APBD. Kemudian hal yang terpenting bagi publik dalam mengawasi pelaksanaan APBD adalah memastikan bahwa APBD yang sudah ditetapkan yang pada hakikatnya adalah anggaran bagi sektor publik, dalam pelaksanaannya tidak diselewengkan atau dimanfaatkan bagi kepentingan pribadi oleh oknum pejabat publik. Memberikan jaminan bahwa publik mendapatkan barang dan jasa publik yang berkualitas merupakan manfaat bagi publik dalam upayanya mengawasi pelaksanaan APBD, disamping terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat dalam pelayanan publik yang berkualitas.

Dengan telah diterbitakannya UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik atau UU KIP, yang secara efektif mulai berlaku pada tanggal 30 April tahun 2010 lalu, maka secara legal formal sudah ada jaminan bagi publik dalam mengakses atau mendapatkan berbagai dokumen yang berkaitan dengan anggaran. Meskipun sampai saat ini masih tetap ada paradigma di kalangan aparat pemerintah atau pejabat publik yang menyatakan bahwa berbagai dokumen yang berkaitan dengan anggaran tersebut merupakan dokumen yang bersifat rahasia dan tidak dapat diakses oleh publik. Tetapi apabila kita tetap konsisten menggunakan argumen UU KIP tersebut, maka paradigma dokumen rahasia tersebut dapat kita patahkan sesuai ketentuan UU KIP.

Peringkat Kepuasan Publik Terhadap Polri Dan TNI

Kita ketahui bahwa salah satu ciri – ciri Anggaran Desa yang tidak transparan adalah dengan tidak dipasangnya papan proyek pada pembangunan seprti gambar di baawah ini :

Ini adalah foto lapangan desa Semenpinggir Kecamatan Kapas Kabupaten bojonegoro (diambil tgl 27 Januari 2020) terlihat masih belum ditemukan papan nama proyek yang sesuai dan keharusan pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung (“Permen PU 29/2006”) dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 12/PRT/M/2014 tentang Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan (“Permen PU 12/2014”), padahal kalau kita lihat dalam anggaran APBD Bojonegoro 2019 tercatat sebagai Bantuan Keuangan Bidang Pemuda dan Olahraga senilai Rp. 199.500.000, seperti yang penulis kutip pada gambar di bawah ini :

Bojonegoro

Hal semisal juga terjadi di Jombang seperti yang diberitakan oleh faktualnews.co, Tanpa Papan Nama, Material Proyek Pengurukan di Desa Sukodadi Jombang Diduga Dimintakan Sumbangan, Pasalnya proyek dengan anggaran Rp 114.199.000 tersebut, tanpa dipasang papan nama dan tidak melalui musyawarah (Musdes). Warga mensinyalir, proyek pengurukan ini jadi ajang mencari keuntungan pribadi Kades setempat.

Duuh… Dandim 0824 Jember Datangi Polres Jember

Sengaja atau tidak disengaja kejadian yang sering terjadi pula adalah kurang transparasinya APBDes, dan masih ada pula kita temui di sejumlah desa di Kabupaten Bojonegoro yang saat ini katanya berslogan Produktif dan Energik. Secara institusional, pemerintah desa merupakan badan publik yang wajib memberikan informasi yang ada dalam penguasaannya kepada publik/ masyarakat setiap saat, terkecuali informasi yang memang dikecualikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Salah satu informasi yang dikelola oleh pemerintah desa adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) yang bukan merupakan informasi yang dikecualikan sehingga  wajib untuk diinformasikan kepada masyarakat. Untuk itu, seluruh desa wajib memasang baliho besar yang memuat  Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) setiap tahunnya.

Jika pemerintah masih tetap menyajikan pola – pola yang kurang akuntabel dan yang membuat masyarakat curiga dengan pemerintah terkait transparansi, maka masyarakat punakan berani dan semakin kritis terhadap pemerintah. Karnanya organisasi masyarakat ikut berperan aktif dalam kontrol pemerintah sehingga mempersempit peluang – peluang untuk menyalah gunakan anggaran, juga sebagai barisan terdepan mengkritik pemerintah bila keluar dari garis aturan yang berlaku dalam kepemerintahannya atau jabatannya.

Penulis : A. I. Fatoni Ketua LSM IJS (Indonesian Justice Society) DPC Bojonegoro sekaligus Ketua Pembina LBH Bumi Indonesia Bersatu

Komentar ditutup.