PUTUSAN PTUN EVI NOVIDA GINTING CACAT FORMIL BUKAN OBJEK TUN
Opini ini ditulis oleh: Hanfi Fajri (Advokat/Pengacara) sekaligus Kuasa Hukum Caleg Hendrick Makaluasc.
Menanggapi terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta No. 82/G/2020/PTUN.JKT terhadap Keputusan Presiden No. 34/P.Tahun 2020 tentang Pemberhentian dengan tidak hormat Anggota KPU Masa Jabatan 2017-2022 tanggal 23 Maret 2020 yang pada pokoknya PTUN Jakarta menerima gugatan TUN Evi Novida Ginting.
Maka atas perihal tersebut perlu saya tanggapi dari beberapa aspek hukum Tata Usaha Negara adalah sebagai berikut:
- Bahwa Keputusan Presiden No. 34/P.Tahun 2020 tentang Pemberhentian dengan tidak hormat Anggota KPU Masa Jabatan 2017-2022 tanggal 23 Maret 2020 tidaklah termasuk serta merta dijadikan sebagai Objek Keputusan Tata Usaha Negara, karena Keputusan Presiden tersebut diterbitkan berdasarkan hasil Pemeriksaan dan putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu No. 317/PKE-DKPP-X/2019;
-
Bahwa karena sudah melalui proses serangkain pemeriksaan melalui Badan Kehormatan Penyelenggara Pemilu yang ditetapkan melalui Keputusan Presiden No. 34, maka artinya Keputusan Presiden tersebut melibatkan pihak ketiga atau pihak lain yang berkepentingan karena adanya kesewenang-wenangan lah dari Pejabat Pemilihan Umum terhadap hak-hak peserta pemilu. Sehingga bukan termasuk sebagai Objek Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara;
-
Bahwa atas putusan tersebut Pihak Tergugat yaitu Presiden Joko Widodo dapat melakukan upaya hukum banding terkait Putusan PTUN No 82 cacat formil karena bukan bagian Keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122 Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara;
-
Bahwa selain Tergugat dari Pemerintah sebagai pihak yang dapat melakukan upaya hukum, Pihak lain termasuk Hendrick Makaluasc yang merupakan Caleg Gerindra Dapil 6 Kalimantan Barat mengajukan Upaya Hukum Perlawanan terhadap Putusan No. 82, karena dampak dari putusan tersebut merugikan pihak lain yang berkaitan.
Oleh karena tersebut diatas Presiden Joko Widodo selaku Tergugat sebaiknya melakukan upaya hukum banding karena alasan-alasan diatas bagian dari keberatan terhadap Putusan TUN No. 82. Selain itu pihak ketiga yaitu yang merasa dirugikan terhadap putusan tersebut dapat mengajukan upaya perlawanan terhadap putusan TUN tersebut, karena sudah jelas ada pihak lain yang dirugikan atas kesewenang-wenangan Komisioner KPU RI terhadap hasil peroleh Pemilu di Kalimantan Barat.
*Ditulis oleh Hanfi Fajri