Polemik Tukar Guling Perhutani Lumajang
Bintangempat.com, Jawa Timur – Penyelesaian penguasaan tanah di dalam kawasan hutan, di Lumajang, akhir-akhir ini menjadi pemberitaan yang menarik, terbukti di beberapa group Masyarakat Lumajang melalui WhatsApp dan beberapa media lokal memberitakan.
Perlu diketahui dalam pemberitaan sebelumnya warga Dusun Karanganyar, Desa Burno,
Kecamatan Senduro, Lumajang, menolak Tukar Menukar Kawasan Hutan dengan menempelkan stiker berslogan ” Tolak Tukar Guling ”
Pemerintah pusat di era kepemimpinan Presiden Jokowi menjawab semua permasalahan yang terkait dengan penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan melalui Perpres no 88 tahun 2017, salah satunya melalui konsep tukar-menukar kawasan hutan, karena prinsip utama adalah tidak boleh menyusutnya kawasan Hutan.
KSKPH/ Waka Adm Perhutani Lumajang, Yus Yeser, nenjelaskan melalui percakapan singkat.
” Tetap tanah milik negara, Perhutani di percaya mengelola kawasan hutan tersebut, dalam proses pengelolaan hutan tersebut, bersinergi dengan warga, maka warga membuat pemukiman di sekitar kawasan hutan. Nah tanah inilah yang mereka ingin sertifikatkan. Kawasan hutan yang menetapkan adalah pemerintah, dengan tiga puluh persen luas daratan. Itu aturan dari pemerintah dan kita gak bisa mengurangi total kawasan hutan yang ada, baik itu hutan konservasi atau utan produksi ” , ujarnya, Senin (20/07/2020).
Sementara Edi Santoso Ketua Tukar Menukar Kawasan Hutan (TMKH), Karanganyar, Desa Burno Juga menjabat sebagai ketua Lembaga Masyarakat Desa Hutan, di kawasan yang sama, juga ikut menjelaskan.
” Kerja Tim Tukar Menukar Kawasan Hutan adalah bentuk dari aplikatif nya kami dalam menjalankan Perpres 88 2017 tentang penyelesaian penguasaan tanah di dalam kawasan Hutan. Sertifikasi Lahan kawasan hutan adalah melalui mekanisme Tukar menukar Lahan hutan dan harga per meter masih menjadi kajian atau usulan, perlu diketahui semua terkait tukar-menukar kawasan hutan ini prosesnya melibatkan semua pemangku kepentingan dan pembuat kebijakan “, ujarnya melalui telpon genggamnya, Senin (20/07/2020).
Dari sisi hukum agraria pengacara muda dan praktisi hukum M Badrul Huda ikut mengomentari polemik warga dusun Karanganyar, Desa Burno, Kecamatan Senduro.
” Bahwa acuan warga seharusnya dapat menunjukan bukti formilnya, baik yang dari Buku A, B dan Buku C, apabila tidak dapat menunjukkan bukti formil maka bisa melalui mekanisme yang lain sesuai aturan yang ada, baik yang mengacu pada peraturan Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup melalui Keputusan menteri atau Perpres no 88 Tahun 2017 ” , pungkasnya. *(Wan).