Cerita Pilu Anggota LMDH Wono Lestari Senduro Lumajang
BintangEmpat.Com, Jawa Timur – No SK 5633/MENLHK PSKL/PKPS/PSL.0/10.2017; 26 Oktober 2017, SK kulin KK adalah pengakuan dan perlindungan kemitraan dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai wujud nyata program Nawacita pemerintahan Presiden Jokowi dalam mengentaskan kemiskinan terutama pada daerah yang berada dipinggir kawasan Hutan.
Beberapa waktu yang lalu media ini memberitakan terkait banyaknya isu miring tentang sepak terjang oknum LMDH Wono Lestari Desa Burno, kecamatan Senduro,yang disini selaku Lembaga yang mendapat mandat sesuai SK Kulin KK,Perihal Pelaksanaan AD/ART LMDH yang dijalankan oleh Elite LMDH terkesan dimanipulasi,meski LMDH Wono Lestari menyandang sebagai LMDH Kelas Platinum,berikut adalah catatan fakta yang telah banyak dilanggar,antara Lain.
– tidak ada laporan bulanan
– tidak ada laporan tahunan
-tidak ada bagi hasil yang dibagikan kepada anggota LMDH,terkait pengelolaan Kawasan Hutan.
Baca juga : Proyek ‘Siluman’ Hantui Warga Lumajang
Dari sumber yang tidak mau disebutkan namanya dengan alasan keamanan.
“Sejak berdirinya LMDH Wono Lestari,pada tahun 2006 sampai sekarang hampir tidak ada sama sekali mengadakan pertemuan anggota,maupun laporan keuangan dihadapan anggota,apalagi bagi hasil dengan anggota,Lalu bagaimana LMDH tingkat nasional,atau platinum bisa eksis tanpa pelaksanaan AD/ART,juga Ketua mungkin ingin seumur hidup menjabat,sudah berapa periode menjabat sejak 2006,” celotehnya Jumat 9/10/20.
Masih dari sumber yang sama tentang LMDH Wono Lestari ini,sumber program bantuan Pemerintah juga dipertanyakan penggunanya ,baik yang melalui dari Dinas Kehutanan,ataupun CSR dari Beberapa Bank BUMN.
“Dalam pelaksanaan kegiatan penerimaan dana dan penggunaan nya LMDH tidak pernah transparan,banyak program bantuan berupa kucuran dana ataupun yang bersumber dari CSR,tidak ada laporan keuangan ” , imbuhnya 9/10/20.
Baca juga : Tolak Omnibus Law Mobil DPRD Dibakar Masa
Apa yang diamanatkan sesuai dengan SK Kulin KK yang disahkan Dirjen kehutanan. Pihak Elite LMDH Wono Lestari,tidak pernah menjabarkan informasi tentang hak dan kewajiban secara utuh kepada Anggota LMDH.Salah satu bentuk filterisasi informasi,bahwa pohon sengon belum PKS dengan Perhutani,maka tidak diperbolehkan menanam pohon sengon tersebut. Namun konyol nya justru oknum LMDH membiarkan dan malah memasang tarif untuk pemotongan sengon.
“Iya setiap kali anggota menebang pohon sengon,maka pihak oknum LMDH akan mendatangi dan meminta sejumlah uang ”
Sementara sutondo sebagai kepala desa Burno juga menjelaskan perihal apa yang terjadi terhadap warganya,terkait perlakuan oknum LMDH Wono Lestari yang terkesan menguntungkan diri sendiri.
“Seperti tanaman sengon yang tidak ada PKS dengan Perhutani tapi mereka berani menanam,lalu biasanya tengkulak membayarkan sejumlah uang kepada oknum LMDH,dan saya yakin oknum LMDH tersebut tidak membayarkan uang sengon tersebut kepada pihak Perhutani, berbeda lagi dengan sukarsih,Tatik,Intai, dan Jabad,mereka adalah warga saya dan lahannya diambil oleh pihak oknum LMDH dengan alasan macam-macam,padahal sebelumnya mereka (warga) mempunyai lahan garapan dikawasan hutan sesuai SK Kulin KK,ada juga lahan mereka di jual ke pihak lain,dengan satuan seperdelapan (10 × 25) dengan harga Lima juta rupiah,tapi bukan keinginan pemilik lahan garapan namun keinginan oknum LMDH sendiri ” jlentrehnya dengan santai.(26/9/20)
Baca juga : Proyek Siluman Resahkan Warga, Pemkab Tutup Mata
Saat hal ini dikonfirmasi kepada Edi Santoso selaku Ketua LMDH Wono Lestari, selalu menjawab tidak pada subtansi pertanyaan terkait hal hal yang diungkapkan oleh Kades Sutondo,atau bahkan memilih Bungkam.
Sementara pihak kejaksaan Negeri Lumajang Lewat Mohamad Basori selaku staff PIDSUS juga mengaku sedang melakukan pemeriksaan kepada LMDH Wono Lestari dan memanggil beberapa pihak untuk diklarifikasi.
“Iya mas kita memang sedang melakukan klarifikasi kepada beberapa pihak,dan terus akan mengembangkanya,” pungkasnya.(6/10/20)
Bersambung..
*wan
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.