Periksa Pokmas PTSL Desa Menongo Terindikasi Pungli Miliaran

BERITA TERBARUPERISTIWA

Caption: Balai Desa Menongo

BintangEmpat.Com, Jawa Timur- Program Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) juga dilaksakan di Desa Menongo, Kecamatan Sukodadi, Kabupaten Lamongan yang ditarget selesai pada tahun 2025 ini.

Berdasarkan informasi, proses pemberkasan PTSL atau yang biasa disebut pengurusan sertifikat massal di desa tersebut dilaksanakan pada Agustus 2024 lalu dan diikuti oleh sekitar 1400 pemohon yang mendaftarkan bidang tanahnya. Bahkan disebutkan tiap-tiap pemohon dikenakan tarif jutaan rupiah.

“Kalau gak salah ada 1436 sertifikat bidang tanah,” kata salah seorang warga Desa Menongo, Senin (14/04/2025).

“Per pemohon dikenakan 1 juta rupiah. Tapi ada yang sudah lunas, ada juga yang belum,” ungkapnya, dilansir dari BERITA POJOK LAMONGAN.

Sementara dikonfirmasi melalui sambungan sellular terkait hal tersebut, Kepala Desa Menongo, Mulyono, masih enggan memberikan jawaban.

Sikap yang sama juga ditunjukan ketua Kelompok Masyarakat (Pokmas) PTSL Desa Menongo, Dadang. Padahal selullarnya terdapat tanda aktif.

Untuk diketahui, program PTSL telah dilaksanakan setiap tahun di Kabupaten Lamongan. Tercatat, pada tahun 2024 Kabupaten Lamongan memiliki target PTSL sejumlah 40.000 Sertifikasi Hak Atas Tanah (SHAT) yang terbagi di 83 desa 18 kecamatan.

Sedangkan pada tahun 2023 berhasil menuntaskan 101.514 Sertifikat Hak Atas Tanah (SHAT).

Baca Juga: Pungli PTSL di Desa Menogo

Terpisah, BintangEmpat.Com coba mencari kebenaran soal dugaan pungutan liar Rp. 1000.000, (satu juta rupiah) untuk setiap pemohon yang dipungut oleh panitia PTSL Desa Menongo, dengan menghubungi salah satu pemohon.

Salah satu pemohon PTSL Desa Menongo, yang enggan menyebutkan namanya mengatakan memang biaya PTSL Rp. 1000.000. “Iya benar, saya sudah lunas bayar PTSL satu juta”, terangnya kepada BintangEmpat Com, sambil mewanti-wanti jangan sampai menyebutkan namanya, (18/4/2025).

Bisa dibayangkan, Rp. 1.000.000 dikalikan 1436 pemohon, maka nilainya sangat fantastis yaitu Rp. 1.436.000.000 (satu miliar empat ratus tiga puluh enam juta rupiah). Kasus ini wajib disorot dan diawasi bersama-sama.

Dari peristiwa tersebut, pihak berwajib seperti Kepolisian Resort Lamongan dan Kejaksaan Negeri Lamongan, bisa melakukan pengusutan kasus tersebut, dengan menggali informasi dari para pemohon PTSL, karena itu semua adalah bagian tindak pidana korupsi dan bisa dikategorikan delik biasa atau bukan delik aduan.

Pemerintah telah menetapkan biaya maksimal yang diatur dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri, yakni Menteri ATR, Menteri Dalam Negeri, serta Menteri Desa dan PDTT. Adapun biaya maksimal yang diperbolehkan berdasarkan wilayah adalah sebagai berikut:

Jawa dan Bali: Rp150.000
Sumatera dan Kepulauan Riau: Rp200.000

Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua: Rp250.000

Wilayah pedalaman yang sulit dijangkau: Hingga Rp450.000.

Baca Juga: Makam Palsu Kadesnya Lemot

Namun, meskipun ketentuan ini telah disosialisasikan, laporan dari berbagai daerah menunjukkan bahwa masih ada pungutan tambahan yang signifikan. Beberapa warga mengaku diminta membayar hingga Rp1 juta, jauh di atas batas biaya yang ditetapkan.

Proses hukum akan tetap berjalan, meskipun uang yang sudah dipungut dikembalikan. Ini adalah bentuk kejahatan dalam jabatan yang tidak bisa dibiarkan.

Praktik pungli dalam PTSL dapat dikategorikan sebagai tindak pidana, dengan beberapa pasal yang bisa dikenakan kepada pelaku, antara lain:

1.Pasal 12 huruf e UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Melarang pemerasan oleh pejabat publik, dengan ancaman pidana hingga 6 tahun penjara dan denda maksimal Rp1 miliar.

2.Pasal 368 KUHP

Mengatur sanksi pemerasan dengan ancaman pidana hingga 9 tahun penjara.

3.Pasal 423 KUHP

Mengatur sanksi penyalahgunaan wewenang dengan ancaman hukuman hingga 6 tahun penjara.

Selain ancaman pidana, pelaku atau kepala desa dan panitia PTSL juga bisa dikenai sanksi administratif, termasuk pemberhentian dari jabatan. *(Ziwa).