HUKUM

Dibalik Tragedi Penembakan Di Papua


Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM)

Bintanempat.com, Papua- Juru bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) Sebby Sambom mengungkapkan hal-hal penting terkait penembakan para pekerja proyek PT Istaka Karya di Nduga, Papua.
Sebby pun mengakui pihaknya bertanggung jawab atas penembakan yang nemewaskan belasan nyawa. Bahkan, elite OPM itu mengklaim bahwa pekerja proyek adalah intelijen dari TNI.

Mereka meyakini Semua proyek infrastruktur jalan trans-Papua yang mengerjakan TNI. Hal itu merupakan rahasia umum di Papua. Tidak ada pekerja yang di sandera, ke 24 pekerja ditembak mati, mereka meyakini bahwa yang di tembak bukan warga sipil.

Mereka tidak membutuhkan pembangunan itu yang mereka butuhkan adalah kesempatan menentukan nasib sendiri dengan Referendum. Mereka menginginkan perundingan tingkat tinggi, dengan tiga pihak, Indonesia, TPNPB-OPM, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Perundingan segi tiga untuk menentukan nasib rakyat Papua.

Bersikukuh kerasnya prinsip mereka untuk Referendum dikarenakan mereka menganggap TNI dan Polisi Indonesia ini memperlakukan mereka seperti binatang. Banyak pelanggaran HAM yang terjadi di Papua. Pada tahun 1977, ada pembantaian 500 ribu orang tua mereka. Warga Papua diberangus. Itulah mengapa mereka membentuk militer.

Mereka mempunyai 29 Komando Daerah Pertahanan (Kodap). Setiap Kodap memiliki 2.500 personel. Mereka memastikan TPNPB-OPM merupakan militer kelas dunia. Namun jika dibandingkan dengan kekuatan TNI maka TNI lebih banyak jumlah nya. Mereka mempunyai motto satu butir senjata melawan seribu butir senjata. Mereka juga merasa bahwa Alam, lembah dan hutan bersatu dengan nya.

Mereka menyatakan akan tetap melakukan Serangan hingga revolusi total. Tragedi Trans-Papua adalah Revolusi tahapan, mereka akan melakukan serangan kecil ke titik-titik tertentu hingga sampai Revolusi tetap, semua warga non-Papua akan mereka usir dari Papua. Dikutip dari jawapos.com. (HS).