HUKUM

Penasihat Hukum Minta Terdakwa Dibebaskan Dari Tindak Pidana Pencucian Uang

BintangEmpat.Com – Rabu, 05 Februari 2020, setelah selesai persidangan Tindak Pidana Pencucian Uang yang dilaksanakan di Pengadilan Negeri Bale Bandung, Jawa Barat, awak media menemui Kuasa Hukum Sansudin Simbolon dan Hamcia Manik, yaitu Andri Marpaung, yang juga merupakan Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Bantuan Hukum Pembela Tanah Air (DPP LBH PETA).

Pada saat dikonfirmasi, Pengacara Muda Berdarah Batak ini membenarkan Tim Penasehat Hukum telah memberikan Duplik Atas Replik JPU di persidangan, yang mana pada intinya keberatan atas disitanya semua aset dan harta milik Sansudin Simbolon dan Hamciah Manik.

Bahwa Andri Marpaung SH setuju akan penegakan hukum, akan tetapi penegakan hukum itu harus berdasarkan undang-undang yang berlaku, tidak boleh bertentangan dengan hukum, kalau bertententangan kan itu tindakan kesewenang-wenangan, sementara Negara Republik Indoensia Negara Hukum.

Andri Marpaung SH, mengungkapkan, dalam TPPU itu, Jaksa harus melihat tenggang waktu kapan perbuatan pidana awal itu dilakukan dan kapan aset/harta itu diperoleh, kalau aset diperoleh sebelum tindak pidana awal tentunya itu tidak dapat diduga sebagai hasil tindak pidana pencucian uang, akan tetapi kalau aset diperoleh setelah tindak pidana awal itu dapat diduga hasil TPPU.

“Sementara dalam perkara Sansudin Simbolon dan Hamcia Manik kan terbukti dalam persidangan kalau semua aset diperoleh berdasarkan hasil warisan, usaha grosir, bank keliling, konter hp, rumah makan, angkot, kredit kebaya/ulos batak, meminjamkan uang khusunya untuk orang batak, dan hutang terhadap saksi-saksi yang diharikan dalam persidangan”, beber Andri.

Selanjutnya Andri Marpaung, menyampaikan bunyi Pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemeberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, yaitu:

“Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)”.

Bahwa adapun tindak pidana yang dimaksud dalam Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemeberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, yaitu:

“Hasil tindak pidana adalah Harta Kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana:

a. korupsi;

b. penyuapan;

c. narkotika;

d. psikotropika;

e. penyelundupan tenaga kerja;

f. penyelundupan migran;

g. di bidang perbankan;

h. di bidang pasar modal;

i. di bidang perasuransian;

j. kepabeanan;

k. cukai;

l. perdagangan orang;

m. perdagangan senjata gelap;

n. terorisme;

o. penculikan;

p. pencurian;

q. penggelapan;

r. penipuan;

s. pemalsuan uang;

t. perjudian;

u. prostitusi;

v. di bidang perpajakan;

w. di bidang kehutanan;

x. di bidang lingkungan hidup;

y. di bidang kelautan dan perikanan;”

Berdasarkan fakta persidangan dalam perkara a quo, bahwa tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) tidak satupun tindak pidana yang terbukti dilakukan oleh Terdakwa I dan Terdakwa II, akan tetapi berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Bale Bandung, Nomor:543/Pid.B/2019/PN.Blb yaitu pidana awal Terdakwa I dan Terdakwa II, yaitu menjual minuman Ginseng.

“Bahwa yang sangat penting dalam perkara a quo yang menjadi pertanyaan, Perbuatan Apa sajakah yang dapat kategorikan sebagai Tindak Pidana Pencucian Uang ???, Apakah menjual minuman Ginseng merupakan tindak pidana pencucian uang sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang TPPU ???” Tanya Andri.

Bahwa untuk menjawab pertanyaan tersebut tentunya sebagai Aparat Penegak Hukum harus berdasarkan Undang-Undang/Hukum yang berlaku, bahwa hukum yang berlaku dalam Tindak Pidana Pencucian adalah Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemeberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yaitu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a sampai y, tidak satupun tindak pidana yang dilakukan oleh Terdakwa I dan Terdakwa II.

Oleh karena tidak satupun perbuatan yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a sampai y dilanggar oleh Terdakwa I dan II.

Selanjutnya mengenai Pasal 2 ayat (1) huruf z adalah Sementara ancaman 4 (empat) tahun atau lebih sesuai dengan multitafsir telah menimbulkan ketidaktertiban dan ketidakpastian hukum. Sebab, Pasal ini memberikan batasan tindak pidana lain yang ancaman pidanannya 4 tahun atau lebih.

“Yang menjadi pertanyaan kami sebagai Penasehat Hukum, Apakah semua tindak pidana yang diancam pidana 4 (empat) tahun atau lebih dapat dikategorikan sebagai Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) ???, salah satu contoh Pembunuh Bayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 340 dan Pasal 338 KUHPidana dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara dan selanjutnya menjadi pertanyaan juga bagaimana jika penerapan hukum terhadap aset/harta yang diperoleh dengan tindak pidana dengan ancaman dibawah 4 tahun, yaitu:

  • Tindak Pidana Hak Cipta.
  • Tindak Pidana Perdagangan Barang Palsu.

Bahwa terkait ancaman 4 (empat) tahun atau lebih yang seolah-olah semua tindak pidana dapat dituntut dalam perkara TPPU merupakan ketidakpastian hukum atau keragu-raguan karena menyebabkan multitafsir yang menyebabkan kriminalisasi” jelas Andri.

Dalam hal terjadinya multitafsir terhadap peraturan perundang-undang sudah sepantasnya dan sewajarnya terhadap terdakwa diberikan hal yang meringankannya, hal tersebut sejalan dengan hukum kita mengenal adigium hukum yang terkenal, “lebih baik membebaskan 1000 orang yang bersalah daripada menghukum 1 orang yang tidak bersalah”.

“Maka sudah sepatutnya dan selayaknya Terdakwa Sansusdin dan Hamcia Manik harus dibebaskan dari TPPU”, pungkasnya.